Beranda | Artikel
Mencium Jenazah
23 jam lalu

Mencium Jenazah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 22 Rabiul Awwal 1447 H / 15 September 2025 M.

Kajian Tentang Mencium Jenazah

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ وَهُوَ مَيِّتٌ، فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ، ثُمَّ أَكَبَّ عَلَيْهِ فَقَبَّلَهُ، وَبَكَى، حَتَّى رَأَيْتُ الدُّمُوعَ تَسِيلُ عَلَى وَجْنَتَيْهِ.

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk menemui ‘Utsman bin Madz’un ketika ia telah wafat. Beliau membuka wajahnya, lalu mendekat kepadanya, menciumnya, dan menangis hingga aku melihat air mata mengalir di kedua pipinya.” (HR. Abu Dawud)

Utsman bin Madz‘un adalah sahabat pertama yang dimakamkan di Baqi‘. Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menampakkan kasih sayang dengan membuka wajahnya, mengecupnya, dan menangis.

Hadits lain menunjukkan bahwa mencium jenazah juga dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap putra beliau, Ibrahim.

فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِبْرَاهِيمَ فَقَبَّلَهُ وَشَمَّهُ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengambil (jenazah) Ibrahim, lalu beliau mengecupnya dan menciumnya.” (HR. Al-Bukhari)

Selain itu, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma meriwayatkan bahwa Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu juga mengecup Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah beliau wafat.

Adapun menangis ketika menghadapi jenazah dibolehkan selama wajar, tidak berlebih-lebihan, dan tidak disertai ratapan. Menangis yang berlebihan hingga meratap termasuk dosa besar. Namun, menangis karena sedih sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang kepada jenazah adalah sesuatu yang dibolehkan.

Lihat: Diharamkannya Niyahah (Meratapi Mayat)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat jenazah sahabat Utsman bin Madz‘un, beliau membuka wajahnya, kemudian mengecupnya, dan setelah itu beliau menangis.

Dalam hadits lain tentang kematian putra beliau, Ibrahim, sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan:

فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِبْرَاهِيمَ فَقَبَّلَهُ وَشَمَّهُ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengambil Ibrahim, lalu beliau mengecupnya dan menciumnya.” (HR. Al-Bukhari)

Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menitikkan air mata. Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘Anhu yang berada di dekat beliau berkata: “Engkau juga menangis, wahai Rasulullah?” Seakan-akan ia heran karena menyangka menangisi mayit tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:

ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ

“Wahai Ibnu Auf, sesungguhnya ini adalah kasih sayang.” (HR. Al-Bukhari)

Kemudian beliau menambahkan:

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يُرْضِي رَبَّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

“Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata, hati ini bersedih, tetapi kami tidak mengucapkan kecuali yang membuat Rabb kami ridha. Dan sesungguhnya dengan perpisahanmu, wahai Ibrahim, kami benar-benar bersedih.” (HR. Al-Bukhari)

Hal ini menunjukkan kasih sayang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada putranya. Islam tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Bahkan Islam itu sendiri disebut fitrah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (agama Islam). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)

Ketika yang disebut setelahnya adalah Yahudi, Nasrani, atau Majusi, maka jelas yang dimaksud dengan fitrah adalah Islam.

Allah Subhanahu wa Ta‘ala juga menamakan agama Islam sebagai fitrah, sebagaimana firman-Nya:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًاۖ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۚ…

“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan lurus, fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu…” (QS. Ar-Rum [30]: 30)

Intinya, Islam sesuai dengan fitrah. Fitrah manusia itu adalah menyayangi anak atau orang yang dicintai. Ketika mereka meninggal, wajar jika seseorang menangis. Maka, menangisi orang yang meninggal tidak dilarang dalam Islam, selama tangisan tersebut bukan tangisan berlebih-lebihan yang menjadikan seseorang meratap.

Yang dilarang adalah ketika tangisan itu disertai dengan kata-kata yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala, misalnya ucapan yang menunjukkan ketidakrelaan terhadap takdir Allah. Atau sampai melakukan hal-hal yang dilarang, seperti merobek baju, memukul pipi, atau mengacak-acak rambut.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55585-mencium-jenazah/